Mengenai Saya

Foto saya
Seorang anak Laki-laki yang Alhamdulillah lahir ke bumi dengan selamat sentausa., Sempat tinggal di lampung lebih dari 7 tahun., dan pindah ke Jakarta sampai sekarang., akhirnya Kuliah di Jakarta State University

Senin, 23 Maret 2009

KONDISI PENDIDIKAN TINGGI DI INDONESIA

Undang-undang No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa perguruan tinggi dapat berbentuk Akademi, Politeknik, Sekolah Tinggi, Institut, atau Universitas. Pendidikan tinggi ini dapat diselenggarakan oleh Pemerintah, dalam hal ini Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Perguruan Tinggi Negeri-PTN), departemen atau lembaga pemerintah yang lain (Perguruan Tinggi Kedinasan-PTK), atau oleh masyarakat (Perguruan Tinggi Swasta-PTN).
Di seluruh Indonesia saat ini terdapat 77 Perguruan Tinggi Negeri yang diselenggarakan di lingkungan Depdikbud, yang terdiri dari 2 Akademi, 26 Politeknik, 4 Sekolah Tinggi, 10 IKIP, 4 Institut, dan 31 Universitas. Ke 77 PTN ini menampung 475.988 mahasiswa (tahun ajaran 1996/1997).
Perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat (PTS) berjumlah 1.293, yang terdiri dari 407 Akademi, 9 Politeknik, 571 Sekolah Tinggi, 44 Institut, dan 262 Universitas. Jumlah mahasiswa PTS untuk tahun ajaran 1996/1997 tercatat 1.448.775 orang.
Dari keseluruhan jumlah mahasiswa yang tercatat pada tahun 1996/1997 sebanyak 1.924.763 orang, terlihat bahwa daya tampung perguruan tinggi swasta (75.27%) sudah 3 kali lipat dari daya tampung perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh pemerintah (24.73%). Hal ini menunjukkan bahwa peran serta masyarakat/swasta dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi harus sangat diperhitungkan. Apalagi kemampuan pertumbuhan daya tampung PTS juga sangat tinggi. Selama dasawarsa terakhir (1986-1996) terjadi peningkatan jumlah PTS hampir 2 kali lipat, yaitu 665 PTS pada tahun 1986 menjadi 1.293 PTS pada tahun 1996

Rabu, 18 Maret 2009

Wajah Pendidikan Tinggi


Ini masalah pengakuan dunia internasional terhadap kualitas pendidikan tinggi
kita. Baru-baru ini, suatu penerbitan berskala internasional yang bermarkas di
Inggris, The Times, telah menobatkan Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta
sebagai perguruan tinggi unggulan dunia.

Jelasnya; The Times baru saja mengumumkan hasil studinya bahwa UGM Jogjakarta
(Indonesia) dinobatkan menjadi salah satu di antara seratus perguruan tinggi
unggulan dunia untuk bidang ilmu budaya dan humaniora.

Atas prestasinya itu, UGM Jogjakarta boleh berdiri sejajar dengan berbagai
universitas terkemuka di luar negeri seperti RMIT University (Australia), Wina
University (Austria), Frankfurt University (Jerman), Hiroshima University
(Jepang), Amsterdam University (Belanda), National University of Singapore
(Singapura), University of Lomonozov Moscow (Rusia), New York University (USA),
dan masih banyak lagi perguruan tinggi kelas dunia yang lainnya.

Sebagai warga negara Indonesia yang baik, tentu kita ikut bangga mengetahui
prestasi UGM Jogjakarta tersebut. Pada realitasnya, rasanya, memang belum
pernah ada perguruan tinggi kita, baik PTN maupun PTS, yang bisa mencapai
prestasi seperti itu. Prestasi UGM Jogjakarta tersebut tentunya dapat menjadi
pemanis wajah pendidikan tinggi kita yang selama ini memang masih buram, bahkan
sangat buram.


Skala Parsial

Apakah prestasi UGM Jogjakarta tersebut dapat mewakili keseluruhan lembaga
pendidikan tinggi di Indonesia yang jumlahnya sekarang lebih dari 2.000
perguruan tinggi? Tentu saja tidak! Prestasi yang dicapai UGM Jogjakarta
-dengan tetap mensyukurinya- bukanlah berskala institusional, melainkan
parsial; dalam hal ini, terbatas pada bidang ilmu budaya dan humaniora.

Yang dicapai UGM Jogjakarta tersebut bahkan bisa dinyatakan sebagai sebuah
antiklimaks perjalanan akademis lembaga pendidikan tinggi di Indonesia.
Baru-baru ini, Rektor UGM Jogjakarta Sofian Effendi sempat memberikan pidato
resmi yang diikuti ratusan, bahkan ribuan orang, yang isinya merupakan
pengakuan atas rendahnya kualitas perguruan tinggi kita pada umumnya.

Menurut Pak Sofian, lemahnya dana pemerintah bagi pendidikan tinggi nasional
mengakibatkan rendahnya kualitas pendidikan tinggi kita. Karena itu, sulit bagi
perguruan tinggi nasional untuk memenuhi standar mutu internasional. Kemampuan
keuangan nasional yang amat terbatas membawa dampak besar kepada rendahnya mutu
pendidikan tinggi kita.

Anggaran yang mampu disumbangkan pemerintah untuk pendidikan tinggi kepada 3,5
s/d 4 juta mahasiswa tahun anggaran 2005 ini hanya Rp 6,2 triliun. Padahal,
anggaran yang diperlukan untuk mencapai standar mutu nasional adalah 72,4
triliun.

Agar perguruan tinggi Indonesia masuk dalam barisan perguruan tinggi terbaik di
Asia-Pasifik, setidak-tidaknya, biaya pendidikan 77 juta per mahasiswa per
tahun atau lebih kurang empat kali standar nasional yang besarnya 18,1 juta per
mahasiswa per tahun.

Meskipun tidak dieksplitisasi oleh Pak Sofian, yang dimaksud kualitas
pendidikan tinggi yang rendah adalah dalam skala institusional. Apabila di
dalam skala institusional berkualitas rendah, bisa dikatakan bahwa dalam skala
parsial, misalnya di tingkat fakultas, jurusan, atau program studi pada umumnya
berskala rendah pula.

Lalu, mengapa UGM Jogjakarta dapat dinobatkan sebagai salah satu perguruan
tinggi unggulan dunia untuk bidang ilmu budaya dan humaniora? Itulah kehebatan
UGM! Dari ribuan, bahkan belasan ribu, program studi yang dikembangkan PTN dan
PTS di Indonesia, ternyata UGM Jogjakarta mampu "mengambil" di sektor ilmu
budaya dan humanioranya.

Dalam skala institusional, sekitar lima tahun lalu, sebuah penerbitan
internasional yang bermarkas di Hongkong, Asia Week, melakukan studi mutu
perguruan tinggi di Asia (termasuk Australia dan New Zealand). Di dalam studi
yang laporannya berjudul World Class University 2000 itu, secara tidak langsung
dilukiskan keterpurukan kualitas perguruan tinggi kita. Dalam laporan itu
diperlihatkan, ternyata tidak satu pun perguruan tinggi nasional berhasil
meraih peringkat yang tinggi baik dalam kategori perguruan tinggi multidisiplin
(multi disciplinary universities) maupun perguruan tinggi iptek (science and
technology universities).


Wajah Kita

Bahwa UGM Jogjakarta sekarang masuk di dalam barisan perguruan tinggi unggulan
dunia tentu tidak perlu dibantah, bahkan kita sebagai warga negara Indonesia
yang baik memang harus berbangga. Permasalahannya sekarang, apakah prestasi
yang ditunjukkan lembaga itu benar-benar akan memulai era prestasi perguruan
tinggi Indonesia, ataukah hanya merupakan geliat yang tidak tentu arah masa
depannya.

Kita berharap prestasi UGM Jogjakarta itu menandai bangkitnya prestasi
perguruan tinggi nasional kita umumnya. Namun, hal itu tidak ada jaminan sama
sekali. Apalagi prestasi yang diraih UGM Jogjakarta tidak representasi dari
semua fakultas, jurusan, dan program studi yang ada.

Prestasi yang diraih UGM hanya terbatas pada bidang ilmu budaya dan humaniora.
Bagaimanakah dengan bidang-bidang lain seperti biologi, farmakologi, ekonomi,
hukum, kedokteran umum, kedokteran gigi, perikanan, peternakan, pertanian,
kehutanan, ketahanan nasional, demografi, psikologi, geografi, dan masih banyak
bidang-bidang lainnya?

Kiranya prestasi yang dicapai UGM, tanpa harus menghilangkan rasa syukur, lebih
merupakan sebuah geliat yang tidak tentu arah masa depannya. Artinya, bisa saja
ke depan kita akan lebih baik, tetapi bisa juga ke depan kualitas perguruan
tinggi kita justru remang-remang tak tentu ujung pangkalnya.

Apakah memang demikian keadaannya? Rasanya ya, karena memang demikianlah wajah
pendidikan tinggi kita.

Lembaga Pendidikan NESO Belanda Beri Beasiswa

Makassar ( Berita ) : Lembaga pendidikan tinggi Netherlands Education Support Office Indonesia (NESO) Belanda memberi beasiswa kepada mahasiswa asal Indonesia yang akan melanjutkan pendidikan strata dua (S2) di Belanda.

“Kami menyediakan beasiswa sekitar 300 hingga 400 orang mahasiswa dari Indonesia untuk melanjutkan pendidikan S2 di Belanda, “kata Direktur NESO Indonesa Marrik Bellen pada pers di Makassar, Kamis.

Lembaga pendidikan yang berdiri sejak 1986 tersebut hingga kini menghasilkan alumni asal Indonesia sekitar 15.000 orang dengan berbagai jurusan antara lain bidang studi manajemen, bisnis, administrasi, ilmu kesehatan, ilmu hukum seni budaya, IT, teknologi, teknik mesin, dan komunikasi.

Lembaga pendidikan ini menerima mahasiswa berbagai bidang studi, termasuk jurnalistik, namun bidang studi kewartawanan sangat terbatas peminatnya, ujar Liza Marsin, manajer promosi NESO yang mendampingi Marrik Bellen.

Bellen menyebutkan, minat mahasiswa dari Sulsel cukup banyak dibadingkan dari provinsi lain di kawasan timur Indonesia (KTI). Alumni NESO yang berasal dari Sulsel saat ini mencapai 87 orang, sementara dari Papua bari satu orang dari seluruh alumni Indonesia sebayak 15.000 orang.

Untuk mengikuti pendidikan di NESO Belanda, calon mahasiswa mengikuti berbagai tahapan seleksi dengan persyaratan utama batas minimum kemampuan berbahasa Inggeris TOEPLE 500.

Menurut Bellen, Pemerintah Belanda mendukung pengembangan institusi pendidikan dan SDM di Indonesia, khususnya untuk kawasan timur Indonesia (KTI).

Jumlah Mahasiswa asal Indonesia yang melanjutkan pendidikan di Belanda pada 2008 sebanyak 500 orang, sekitar 40 persen dari jumlah mahasiswa itu menerima beasiswa dari pemerintah Belanda, sedang lainnya atas biaya pemerintah Indonesia.

Bellen menyatakan, sekitar 90 persen universitas riset di Belanda barada dalam daftar peringkat atas dunia antara lain Universitas Amsterdam, Universitas Leiden, Universitas Utrecht, dan Universitas Teknologi Delft.

Untuk mempertahankan mutu pendidikan dan peringkat atas dunia, Belanda mencanangkan kampanye “Go International” dengan meluncurkan logo baru “Study in Holland” yang menggambarkan keterbukaan Belanda terhadap mahasiswa dan dosen asing masuk ke “Negeri Kicir Angin” tersebut.

Pembiayaan Pendidikan Tinggi

Hingga kini pemerintah baru mengalokasikan 9-10 persen APBN, dari ketentuan konstitusi 20 persen, untuk pendanaan pendidikan, di luar gaji guru/dosen.

Namun, distribusi dana yang telah dianggarkan bagi pendidikan (dasar-menengah-tinggi) itu harus ditelusuri agar jelas secara publik.

Di tengah rusaknya ribuan ruang kelas SD-SMP dan peningkatan angka buta huruf (Kompas, 13-14/8/2007), distribusi alokasi dana bagi pembiayaan pendidikan tinggi (PT) penting didiskusikan. Seberapa perlu anggaran untuk PT? Adakah proyeksi pemerintah bagi pengembangan PT?

Partisipasi

Sejak merdeka, negara-negara berkembang seperti Indonesia mengalami kenaikan partisipasi PT penduduk usia 17-24 tahun. Penyebabnya adalah lulusan sekolah menengah meningkat, terbuka peluang bagi wanita, meluasnya sektor swasta. Namun, selama dekade terakhir di sebagian Asia, kenaikan angka partisipasi terhambat krisis ekonomi.

Mengutip Psacharopoulos (1991), angka partisipasi PT rata-rata 7,4 persen di negara berkembang (1987), meningkat dari 2,1 persen (1960). Angka itu lebih kecil dibandingkan dengan negara maju, 34,1 persen (1987), meningkat dari 13,5 persen (1960).

Di Asia angka partisipasinya 7,3 persen (1987), berbanding 2,6 persen (1960), lebih tinggi daripada Afrika 4,3 persen (1987) dan 0,7 persen (1960).

Tahun 2002 angka partisipasi 10 persen untuk negara berkembang di Asia dan kurang dari 10 persen di Afrika, jauh di bawah negara maju yang hampir 50 persen (Mohamedbhai, 2002).

Keterbatasan dana?

Meski partisipasi penduduk meningkat, negara berkembang pascakolonial menghadapi dilema pembiayaan PT karena secara bersamaan harus meluaskan akses pendidikan dasar dan menengah. Selvaratnam (1988) mengatakan, keterbatasan dana(!) menjadi masalah utama negara berkembang memperluas akses PT bagi rakyatnya.

Dalam situasi demikian, lembaga donor mendesakkan skema pinjaman bersyarat. Pertama, pendidikan dasar dijadikan prioritas alokasi dana pinjaman. Kedua, subsidi PT dicabut.

Menurut Psacharopoulos, privatisasi PT meningkatkan efisiensi dan mengurangi ketidakadilan karena kenyataannya subsidi PT lebih banyak dinikmati orang kaya. Tetapi menurut Mohamedbhai, pencabutan subsidi dan privatisasi PT di negara berkembang menurunkan partisipasi masyarakat karena tingginya biaya kuliah.

Jika partisipasi warganya berkurang, peluang negara berkembang mengatasi ketertinggalan ilmu dan teknologi dari negara maju kian kecil dan kesenjangan membesar. Masih menurut Mohamedbhai, ketertinggalan dapat diatasi jika partisipasi itu minimum 20 persen.

Singkatnya, negara berkembang menghadapi dilema antara memprioritaskan pembiayaan pendidikan dasar-menengah atau meluaskan akses PT. Pertanyaannya, benarkah dilema disebabkan keterbatasan dana?

Proyeksi pengembangan

Di negeri sekaya Indonesia, dana melimpah ruah dari sumber alam. Namun, seperti dinyatakan berbagai pihak (Kompas, 15-16/ 8/2007), lemahnya visi dan komitmen pemerintah menghalangi proyeksi pengembangan pendidikan secara integral.

Seberapa jauh pembiayaan PT diproyeksikan sebagai “lokomotif ekonomi”, belum jelas terjabarkan dalam cetak biru strategi pendidikan. Selain itu, visi pembangunan ekonomi yang diterjemahkan dalam pengembangan PT masih samar-samar.

Mengingat anggaran negara, pemerintah seharusnya memiliki proyeksi pemberdayaan PT secara nasional. Diperlukan orientasi besar agar sumber daya kolektif yang dituju dan dihasilkan PT efektif memajukan perekonomian dan sektor publik.

Secara khusus, keterlibatan Kementerian Negara Riset dan Teknologi dalam pengembangan dan pembiayaan PT bersama Direktorat Pendidikan Tinggi amat diperlukan. Selain memperkuat visi pengembangan PT, sinergi ini mengurangi beban pendanaan sehingga anggaran Departemen Pendidikan Nasional dapat dialokasikan untuk pendidikan dasar-menengah.

Kerusakan infrastruktur dan pembiayaan SD-SMP harus menjadi prioritas anggaran pemerintah. Meski demikian, subsidi PT tidak boleh ditangguhkan kalau kita tidak ingin semakin tertinggal dari negara lain.

Belajar dari kasus Kabupaten Jembrana (Kompas, 16/8/2007), pemerintah harus menutup keterbatasan dana dengan kekuatan visi, komitmen, dan strategi kebijakan anggaran yang cerdas.

Agus Suwignyo Alumnus Universitas Amsterdam

(Kompas, 29 Agustus 2007

Sekolah Menengah Atas

Sekolah menengah atas

Sekolah menengah atas mencakup semua pelatihan untuk meningkatkan kemampuan antara tingkat sekolah menengah pertama dan perguruan tinggi. Undang-undang yang diberlakukan pada tahun 1995 mengijinkan semua orang yang berusia antara 16 dan 19 tahun untuk mengikuti program pendidikan menengah atas selama tiga tahun, yang dirancang untuk mengacu pada kualifikasi untuk program perguruan tinggi, sertifikat, kualifikasi kejuruan atau kualifikasi pada tingkat yang lebih rendah. Setiap orang berhak untuk diterima untuk mengikuti satu kursus persiapan, dan program studi/training dua tahun yang merupakan keterusan dari program persiapan.

Siswa dengan kebutuhan belajar khusus berhak memperoleh tambahan waktu dua tahun untuk menyelesaikan pendidikan menengah atas, jika memang dibutuhkan, untuk mencapai tujuan belajar mereka.

Sekolah menengah atas tersedia di semua bagian Norwegia.

Sejak musim gugur 2006, siswa dapat memilih dari 12 bidang studi/training di tingkat menengah atas:

  • Olah Raga dan Pendidikan Jasmani
  • Musik, Tari dan Drama
  • Mata pelajaran spesialis
  • Keahlian Bangunan dan Konstruksi
  • Disain dan Kerajinan
  • Elektro
  • Kesehatan dan Layanan Sosial
  • Media dan Komunikasi
  • Agrikultur, Perikanan dan Perhutanan
  • Restoran dan Makanan
  • Jasa, Transportasi dan Komunikasi
  • Perdagangan Teknis
  • Produksi Industri

Di tahun kedua dan ketiga, siswa mengiktui kursus yang lebih terfokus, yang dikembangkan berdasarkan pada tahun persiapan. Rata-rata siswa mengambil mata kuliah kejuruan untuk mendapatkan sertifikat. Umumnya mereka mengikuti program belajar dua tahun di sekolah dan satu tahun pelatihan di tempat kerja, diikuti dengan satu tahun bekerja di tempat yang sama.

Beasiswa Sekolah Menengah

Sampoerna Foundation berkomitmen untuk meningkatkan kualitas pendidikan di negeri ini dengan memberikan sejumlah beasiswa dari segala tingkat pendidikan, termasuk Sekolah Menengah Pertama.

SMP adalah salah satu bagian dari program wajib belajar pemerintah dan beasiswa hanyalah salah satu cara untuk membantu para siswa yang berasal dari keluarga yang kurang mampu dalam menyelesaikan pendidikan mereka.

Setiap tahunnya, Sampoerna Foundation memberikan 1,000 beasiswa kepada siswa yang berada di tingkat SMP. Sejak 2004 hingga Maret 2007, Sampoerna Foundation telah memberikan bantuan keuangan kepada 3,159 siswa dari keluarga yang kurang mampu untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat SMP di seluruh Indonesia. Program ini bisa terlaksana berkat kerjasama antara Sampoerna Foundation, Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah dari Kementrian Pendidikan Nasional dan Sekolah Menengah Pertama di seluruh penjuru Indonesia.

Cakupan Beasiswa

Penerima beasiswa untuk tingkat SMP akan mendapatkan sejumlah Rp 45,000 per bulan untuk maksimum 3 tahun. Sampoerna Foundation telah menjalin kerjasama dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI) untuk mendistribusikan dana beasiswa itu kepada para penerima beasiswa. Dana tersebut kemudian akan ditransfer ke rekening masing-masing penerima beasiswa tersebut per semesternya, berdasarkan hasil nilai rapor yang dilaporkan oleh sekolah-sekolah tersebut ke Sampoerna Foundation.

Persyaratan Penerima Beasiswa

Berada di tingkat pertama SMP yang direkomendasikan oleh Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementrian Pendidikan Nasional, RRI
Membuktikan perlunya bantuan dana pendidikan
Tidak sedang menerima beasiswa dari institusi lain
Memiliki kemampuan akademis dan mampu mempertahankan/meningkatkan nilai akademis mereka selama masa beasiswa
Hanya dikhususkan bagi siswa SMP yang berada di semester pertama
Beasiswa akan diberikan selama 3 tahun berturut-turut dengan kondisi siswa tersebut dapat lulus dan memperoleh nilai kelulusan yang bagus dari sekolah mereka
Berdasarkan penilaian tahunan, Sampoerna Foundation akan menghentikan bantuan dana bagi siswa yang tidak dapat mempertahankan nilai akademis mereka

Bagaimana cara memproses pendaftaran beasiswa?

Para calon yang memenuhi syarat akan direkomendasikan oleh sekolah mereka untuk menjadi kandidat penerima beasiswa Sampoerna Foundation untuk tingkat SMP.

Sampoerna Foundation juga menjunjung kebijakan non-diskriminasi dan bergerak sebagai institusi yang menerapkan keragaman dan multi-kultur dalam setiap program yang dibentuk. Semua prosedur penyeleksian Sampoerna Foundation akan diterapkan tanpa berdasarkan penilaian mengenai jenis kelamin, agama, etnis maupun kemampuan fisik.

Data para calon yang memenuhi syarat akan dikirimkan oleh Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementrian Pendidikan Nasional ke Sampoerna Foundation. Kemudian, data tersebut akan diolah dan ditentukan oleh Sampoerna Foundation dalam proses penilaian akhir.

Komunitas Pendidikan Menengah Berbasis TIK

Semakin majunya era teknologi informasi dan komunikasi membuat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berpikir keras agar pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) tidak ketinggalan. Karenanya, Pemprov DKI mencanangkan Komunitas Pendidikan Menengah Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Jakarta di dalam pendidikan SMA dan SMK Negeri. Pencanangan komunitas ini diluncurkan langsung Fauzi Bowo, Gubernur DKI Jakarta melalui pesan singkat kepada seluruh kepala sekolah yang hadir di Balai Agung, Selasa (14/10).

Kemudian Fauzi Bowo diberikan sebuah spidol oleh ROCI buatan seorang pelajar SMA Negeri di Jakarta. Spidol itu dipakai gubernur untuk menandatangi plakat yang disediakan Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi (Dikmenti) DKI Jakarta. Setelah peluncuran ini, artinya pelajar SMA dan SMK DKI tidak ketinggalan dengan negara maju dan berkembang lainnya. Seperti di Korea Selatan telah ada Cyber Korea 2001, Jepang dengan e-Japan Priority Program, Malaysia dengan Smart School dan negara-negara Eropa yang membangun e-Europe.

Meski baru diluncurkan sekarang, sebenarnya kegiatan pendidikan berbasis TIK telah diawali dengan berbagai kegiatan sejak 2003 antara lain pelaksanaan sistem software administrasi sekolah (SAS) offline dan online pada 2004 dan 2006, dan pemberian fasilitas kepemilikan laptop bagi guru pada 2006. Selain itu penambahan perangkat dan jaringan terus dilakukan. Hingga saat ini seluruh SMA/SMK negeri dan lebih dari 70 persen sekolah swasta sudah tersambung dengan jaringan internet.

Komputer yang terhubung ke internet lebih dari 10 ribu unit, dan 100 sekolah terpasang hotspot, 200 ruang guru dilengkapi LCD. Sedangkan guru yang telah memiliki laptop ada sekitar 7 ribu guru. AKhir tahun ini diharapkan seluruh SMA/SMK swasta sudah terhubung ke jaringan internet. Saat ini, terdapat 116 SMA negeri, 62 SMK negeri, 346 SMA swasta, dan 606 SMK swasta. Seluruh SMA dan SMK Negeri, komputernya telah terkoneksi dengan jaringan internet. Sedangkan untuk SMA dan SMK swasta baru, 60 persen terkoneksi dengan jaringan internet. Saat ini hanya ada 200 ruang kelas yang memakai LCD Projector dari puluhan ribu kelas di SMA dan SMK negeri dan swasta di Jakarta.

Fauzi Bowo Gubernur DKI Jakarta menekankan, pemanfaatan TIK untuk SMA dan SMK baik negeri maupun swasta, harus diarahkan untuk peningkatan dan perluasan kesempatan belajar, peningkatan mutu pendidikan dan daya saing, serta peningkatan akuntabilitas dan citra publik. “Suatu dosa besar, jika Pemprov DKI dan berbagai instansi pemerintah lainnya tidak bisa menyiapkan murid-murid dalam pendidikan berbasis teknologi,” katanya dalam acara Pencanangan Komunitas Pendidikan Menengah Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Prov DKI Jakarta di Balai Agung, Selasa (14/10).

Karena, murid-murid SMA dan SMK harus siap menjadi basis pengetahuan terhadap ilmu pengetahuan di masa mendatang. Sebab dengan TIK, secara langsung telah memengaruhi cara belajar siswa untuk mengolah berbagai informasi dari berbagai tempat. “Program ini bertujuan meningkatkan sektor informasi TIK terutama di bidang pendidikan yang akan menjadi kunci sukses negara di masa depan,” ujar dia. Hingga tahun ini, di DKI Jakarta telah ada 10 ribu komputer sekolah telah terhubung internet. Sejumlah sekolah telah dilengkapi dengan wi-fi dan hotspot.

Kendati demikian, terang mantan Wakil Gubernur era Sutiyoso ini, 30 persen SMA masih memiliki sistem komputer yang out of date dan perlu di-upgrade. 30 persen SMA dan SMK telah memiliki laboratorium komputer, tetapi 15 persen diantaranya laboratorium komputernya sangat minim sarananya.

Sementara itu, Margani Mustar, Kepala Dikmenti DKI menyatakan, pencanangan komunitas berbasis TIK ini merupakan upaya untuk membangun kultur yang memotivasi siswa agar mampu mandiri dalam berpikir dan belajar. Pencanangan ini merupakan wujud kolaborasi antara dinas pendidikan menengah dan tinggi, sudin dikmenti, sekolah, telkom, microsoft, oracle education foundation, one`s beyond dan yayasan yang berkecimpung dibidang pendidikan lainnya. “Target ke depan, setiap kelas ada LCD Projector dan komputer. Kemudian ada ruangan khusus untuk multimedia dan local area networking untuk memungkinkan pembelajaran online siswa se-Jakarta,” harap Margani.

Pencanangan Komunitas Pendidikan Menengah Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) bukan untuk menghilangkan sisi humanisme para siswa, melainkan hanya untuk pembangunan kultur pemanfaatan TIK. Untuk mewujudkan masyarakat yang berpengetahuan, maka masyarakat harus selalu dapat mengakses informasi. Dengan tersedianya infrastruktur TIK, sekolah harus membentuk jejaring antar institusi pendidikan agar dapat saling menukar pengetahuan dan sumber daya.

"Open Source" Dalam Pendidikan Menengah Berbasis Kompetensi

Perkembangan kurikulum pendidikan menengah sebagai respon terhadap tuntutan perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, seni, tuntutan desentralisasi, dan hak asasi manusia menyebabkan adanya penyesuaian bahan kajian yang harus dikuasi oleh siswa. Dengan demikian, siswa memiliki bekal berupa potensi untuk belajar sepanjang hayat serta mampu memecahkan masalah yang dihadapinya. Salah satu fasilitas untuk menunjang kompetensi tersebut siswa perlu dikenalkan dengan mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) atau Information and Communication Technology (ICT) yang berfungsi sebagai bahan maupun alat pembelajaran.

Paragraf diatas merupakan sedikit pendahuluan dari dokumen final mata pelajaran teknologi informasi dan komunikasi yang bisa didownload dari www.puskur.or.id . Pada kenyataannya ternyata banyak sekali sekolah (SMP/Madrasah Tsanawiyah, SMU/Madrasah Aliyah) yang kesulitan untuk mengaplikasikan kurikulum kompetensi tersebut dikarenakan besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk sarana dan prasarananya.

Memang didalam kurikulum tersebut tidak mengharuskan sekolah untuk menggunakan aplikasi software tertentu yang digunakan, namun bila dilihat dari penjabarannya terlihat sedikit “Microsoft minded”. Hal ini bisa dilihat dengan banyaknya sekolah-sekolah yang menggunakan aplikasi microsoft (windows, office) dalam materi pembelajarannya. Seperti kita telah ketahui bersama bahwa penggunaan software komersial secara tidak legal (baca:membeli) akan menjadi masalah dikemudian hari apalagi dengan telah ditetapkannya UU HAKI. Sedangkan untuk membeli software ASLI, tidak semua sekolah mempunyai kemampuan keuangan yang sama. Mungkin hanya sekolah-sekolah besar saja yang bisa membelinya.

Melihat kondisi diatas, maka software Opensource bisa menjadi sebuah solusi. Mulai dari yang bersifat efisiensi biaya pengadaan hardware hingga efisiensi biaya pengadaan software yang semuanya bisa didapatkan dengan gratis. Software Opensource yang tersedia pada saat ini sangat banyak sekali.

Efisiensi Pengadaan Hardware

Dalam rangka menghemat biaya pengadaan hardware, Opensource mengenal sistem diskless workstation (LTSP – Linux Terminal Server Project). Diskless workstation merupakan penggunaan komputer oleh dua atau lebih tanpa adanya suatu media penyimpanan (harddisk) pada komputer client. Untuk proses booting hanya dibutuhkan 1 disket saja untuk meload boot image, setelah itu client menghubungi server untuk proses selanjutnya.

Kebutuhan minimum untuk client LTSP adalah komputer kelas 486 / pentium I. Sedangkan untuk server bisa menggunakan processor terbaik saat ini dengan RAM minimum 512 (mampu untuk 10 client) untuk bisa menjalankan aplikasi OpenOffice. Untuk kebutuhan RAM berbanding lurus dengan jumlah client. Sebagai perbandingan, kami menggunakan P4 2,4 GHz dengan RAM 1 GB untuk meng-handle kurang lebih 22 client. Informasi mengenai LTSP bisa dilihat di http://www.ltsp.org atau http://www.ltsp.or.id .

Efisiensi Pengadaan Software

Untuk menghembat biaya pengadaan software, opensource banyak menawarkan solusi alternatif. Dimana solusi alternatifnya pun bebas biaya alias gratis, sehingga tidak akan melanggar UU HAKI yang telah diterapkan di Indonesia. Selain gratis, software opensource juga mempersilahkan kita untuk melakukan modifikasi karena source codenya disertakan dalam setiap distribusinya. Selain itu banyaknya forum yang bisa kita gunakan untuk mencari sebuah solusi apabila kita menghadapi permasalahan dalam penggunaannya. Berbeda dengan software komersial yang sifatnya closed source.

Berikut ini beberapa software opensource yang bisa digunakan dalam penerapan kurikulum kompetensi:
- Sistem Operasi : Linux (redhat, mandrakee, suse, dll) atau FreeBSD
- Pengolah kata : OpenOffice Writer
- Lembar kerja (worksheet) : OpenOffice Caalc
- Presentasi : OpenOffice Impress
- Grafis : GIMP
- Bahasa Pemrograman : PHP, Perl, C
- Web Browser : Mozilla, Konqueror, Netscaape
- Pembuatan Homepage : Qanta, Bluefish
Untuk lebih lengkap mengenai daftar software alternatif ini bisa dilihat di http://linuxshop.ru/linuxbegin/win-lin-soft-en/table.shtml

Berdasarkan penjabaran diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa software Open Source menawarkan sebuah solusi yang cukup ekonomis. Seperti juga hal yang lain, konsep diatas juga mempunyai kelemahan. Yaitu kurangnya SDM yang menguasai software Open Source sehingga sekolah-sekolah pun sedikit kesulitan mencari tenaga pengajar, karena biasanya sudah terbiasa dengan software microsoft. Tetapi itu bukan hambatan yang berarti apabila kita mau belajar dan terus belajar untuk berusaha untuk menggunakannya.

Pendidikan Menengah Umum dan Kejuruan

Pendidikan menengah umum

Pendidikan menengah umum diselenggarakan oleh Sekolah Menengah Atas (SMA) atau Madrasah Aliyah (MA). Pendidikan menengah umum dikelompokkan dalam program studi sesuai dengan kebutuhan untuk belajar lebih lanjut di perguruan tinggi dan hidup di dalam masyarakat. Pendidikan menengah umum terdiri atas 3 (tiga) tingkat.

Pendidikan menengah kejuruan

Pendidikan menengah kejuruan diselenggarakan oleh Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) atau Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK). Pendidikan menengah kejuruan dikelompokkan dalam bidang kejuruan didasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni, dunia industri/dunia usaha, ketenagakerjaan baik secara nasional, regional maupun global, kecuali untuk program kejuruan yang terkait dengan upaya-upaya pelestarian warisan budaya. Pendidikan menengah kejuruan terdiri atas 3 (tiga) tingkat, dapat juga terdiri atas 4 (empat) tingkat sesuai dengan tuntutan dunia kerja.

Kekerasan Pendidikan Dasar

kekerasan pendidikan dasar

kekerasan dalam pendidikan dasar ternyata banyak terjadi. terkadang tak pernah terungkap, karena hanya menjadi sebuah penghias ngedumel di teras sebuah rumah. mulai dari sebuah ketidakpahaman psikologi pendidikan oleh pendidik, hingga perilaku kekerasan secara fisik yang diberlakukan pada peserta didik. orangtua anak didik bahkan terkesan membiarkan proses kekerasan terus berlangsung, dan pada beberapa bagian menjadi bagian dari pelaku kekerasan.

hak anak untuk memperoleh kebebasan mengekspresikan diri dalam permainan, terkadang harus dikurung oleh sebuah mekanisme pemaksaan pengetahuan yang banyak dalam waktu sesaat. stress pada anak didik dapat terus terjadi. kalangan pendidik pun terkadang tak pernah melakukan sebuah refleksi atas sebuah proses yang tengah berlangsung.

kalangan penghasil guru sebagai tenaga pendidik pun saat ini tengah diombang-ambing oleh kepentingan uang yang mengalir. tenaga pendidik yang dihasilkan pada akhirnya hanya menjadi penerus robot intelektual yang tak memiliki nurani. bekerja, bukan mengabdi. masih banyak hal yang harus dibenahi bila negeri ini ingin lebih baik. dan itu diawal dari sebuah sistem pendidikan yang hingga saat ini masih belum mencerdaskan.

metafora pendidikan sebagai sebuah mesin tenaga kerja pun belum usah terhapuskan. kolonialisasi akan terus berlangsung, saat kecerdasan dibelenggu. tekanan psikis akan melanda generasi negeri ini. hingga satu waktu, pemberontakan pikiran akan berlangsung, dan mengubah wajah negeri menjadi sebuah pelangi di ujung karangmumus

Pendidikan Dasar Berbasis Akar Rumput di Inggris

Pendidikan Dasar Berbasis Akar Rumput di Inggris



Selasa, 17 Pebruari 2009

Alhamdulillah, saya berkesempatan terpilih menjadi salah satu interpreter selama sebulan penuh dalam program Education Management Course yang diselenggarakan British Council bekerjasama dengan Nahdlatul Ulama dan Leeds University, UK. Sebagai interpreter, tugas saya adalah membantu menerjemahkan materi training yang disampaikan oleh pakar pendidikan dari Leeds University dan tokoh pendidikan lainnya ke dalam bahasa Indonesia kepada para Kyai dan Nyai pengelola pondok-pondok pesantren dari seluruh pelosok Indonesia yang menjadi peserta program tersebut.

Diantara program yang diselenggarakan adalah mengunjungi sekolah-sekolah. Ada tiga sekolah yang kami kunjungi. Dua sekolah swasta yang sangat mewah, dilengkapi alat belajar mengajar super canggih, nampak sangat berkelas dan terpelajar. Kunjungan yang lainnya adalah ke sebuah sekolah negeri yang terletak di salah satu daerah kantung imigran cukup kumuh di Leeds, UK. Yang menarik untuk diceritakan di sini adalah kunjungan ke kantung imigran ini, karena situasi lingkungannya agak mirip wilayah menengah kebawah di Indonesia.

Pendidikan untuk Anak dan Orang Tua Sekaligus

Hari itu kami menuju Beeston yang masih berada dalam wilayah Leeds (sebuah propinsi di West Yorkshire), mengunjungi sebuah Sekolah Dasar Negeri yang dipilih oleh penyelenggara. Sekolah itu sungguh sederhana tapi tak kalah mengagumkannya dengan sekolah swasta. Kami diizinkan melihat seluruh kelas. Sejak kelas persiapan (sejenis playgroup, disebut reception class) sampai kelas akhir year sixth (pendidikan dasar akhir untuk anak berumur 7-11).

Dari pengamatan sepanjang pagi dan siang itu, berikut dialog dengan guru dan kepala sekolahnya, saya menyimpulkan hal-hal berikut.

Anak didik, begitu memasuki kelasnya, benar-benar dikondisikan untuk belajar. Kondisi ruang kelas sangat memadai kalau tidak mau dibilang canggih. Ada smart board subsidi pemerintah untuk sekolah-sekolah kurang mampu. Smart board ini adalah touchscreen berukuran besar dan terhubung dengan komputer dan internet.

Sirkulasi udara dalam kelas sangat bagus. Jendela-jendela besar terbuka lebar di tiga sisi dinding. Tetumbuhan ditata indah di sekeliling sekolah, sebagian menyembul dibalik jendela kelas, membantu menyegarkan tatapan mata siswa saat lelah dalam situasi belajar. Satu lemari besar dari kayu berisi banyak buku berdiri anggun di sudut kelas.

Alat bantu belajar dan alat tulis dibagikan secara cuma-cuma kepada seluruh anak didik. Hal ini berlaku pada seluruh sekolah negeri di UK. Memasukkan anak ke sekolah negeri di UK berarti bebas SPP. Tak sekedar bebas SPP, bahkan orang tua yang sungguh tak mampu seperti mereka yang tinggal di kantung-kantung pemukiman paling kumuh di Leeds itu, berhak mendapatkan aneka training gratis yang disediakan oleh sekolah.

“As we know, knowledge is very powerful! School is one alternative from so many alternatives to gather knowledge. Since students in this school are mostly children of immigrants, we as teachers have to transform the knowlegde through their mother culture beside British culture. Some of them are illiterate from English language. Of course we have to teach them harder than we teach British children. Sometimes we need our interpreter (young Pakistani/Indian teacher), to accompany the child who has not able yet to speak English. Another problem is, most of their parents are also having less knowledge in teaching young learner, especially in dealing with children with difficult character. We have to urge the parents to join our special class for parents.” kata Ibu Kepala Sekolah, Ms. Diana, memberi penjelasan.

Ibu kepala sekolah melanjutkan penjelasan, “Para orang tua murid itu rata-rata adalah pekerja bluecollar (pekerja kasar) yang hanya mampu menghuni rumah kecil sederhana yang disewakan pemerintah dengan harga rendah. Pendidikan dan training kependidikan untuk orang tua anak-anak ini sangat penting. Agar apapun yang telah diserap si anak di sekolah bisa diajarkan kembali di rumah dengan cara yang menyenangkan oleh si orang tua. Pendidikan terbaik untuk anak-anak adalah pendidikan holistik! Sekolah tidak akan berhasil tanpa peran orang tua sebagai pendidik utama!"

“Training gratis itu kebanyakan diselenggarakan oleh orang tua murid lain yang lebih pandai. Sekolah menyediakan satu ruangan khusus yang bebas digunakan orangtua untuk berkumpul, berorganisasi dan melaksanakan program dari mereka, oleh mereka dan untuk mereka. Pengetahuan sejatinya bisa diraih dengan banyak cara. Salah satunya adalah berbagi sesama mereka."

"Di antara orang tua murid itu banyak yang belum lancar berbahasa Inggris, padahal mereka hidup di UK. Jelas ketidakmampuan berbahasa Inggris ini menjadi problem bagi kami yang dipercayakan mendidik anak mereka! Dengan pertemuan rutin itu, orang tua yang belum lancar bahasa Inggrisnya bisa mengambil kursus bahasa Inggris yang diadakan di sekolah ini. Bagaimanapun, menguasai bahasa Inggris akan memperluas kesempatan dan akses!"

Ms. Diana melanjutkan cerita tentang komunitas orang tua siswa yang mengorganisasi diri di sekolah anaknya ketika salah satu peserta bertanya, "Ms Diana, are the parents helping school to generate the income for the organization or the school has to help the financial things for them?"

Ms Diana menjawab cekatan, "Secara alami, mereka menemukan cara-cara kreatif untuk menghasilkan dana. Misalnya, beberapa ibu saling berbagi ilmu membuat kue dan aneka masakan. Hasilnya dititipkan di kantin sekolah. Sebagian dari mereka membuat aneka kartu ucapan Natal dan dijual menjelang perayaan Natal. Dari sana mereka memperoleh pendapatan untuk menyelenggarakan kegiatan bermanfaat lainnya untuk mereka sendiri. Saya selalu percaya, pendidikan membebaskan orang dari kemiskinan dan ketergantungan melalui banyak cara kreatif!”

“Sebelum saya menjadi kepala sekolah di lingkungan ini belasan tahun lalu, banyak orang tua pengangguran yang tentunya menjadi beban tersendiri bagi pemerintah Inggris setempat, anak-anak yang tidak begitu bahagia di sekolah karena cara pengajaran yang kurang pas dan lingkungan sekitar sekolah yang kumuh karena orang tua belum sadar akan pentingnya hidup bersih serta belum begitu mengerti pentingnya konsep lifelong learning (belajar seumur hidup) serta berpikir dan bersikap positif.”

Luar biasa! Sebuah sekolah negeri yang sangat memberdayakan lingkungan sekitarnya. Kepala sekolah yang hebat dan inovatif, guru-guru yang selalu tersenyum dan penuh semangat membuat murid-murid menjadi riang gembira menerima pelajaran serta orang tua yang tak mau kalah dengan anak-anaknya, menggali ilmu sebanyak-banyaknya untuk kebaikan dan kemajuan bersama!

Tidak Mudah Mengganti Kurikulum

Dari keterlibatan saya dalam training pendidikan yang diikuti para Kyai NU ini, saya jadi mengerti, bahwa Menteri Pendidikan tidak mudah dan seenaknya saja mengganti kurikulum pendidikan dasar Inggris Raya. Perubahan kurikulum akan selalu melibatkan banyak pakar yang sungguh berkompeten di bidangnya. Mereka menjunjung tinggi warisan tradisi keilmuan mereka yang sangat kuat berakar. Materi pelajaran pokok yang mereka anggap bagus sejak 100 tahun lalu, akan dipertahankan sampai kapanpun. Sementara bidang-bidang baru yang ingin diajukan untuk dimasukkan ke dalam kurikulum nasional, harus melewati prosedur yang panjang. Gambaran sederhananya kurang lebih seperti berikut.

Kepala sekolah di suatu wilayah harus mendapatkan dukungan suara dari beberapa kepala sekolah lainnya, lalu bersama-sama mereka mengajukan ke The Office for Standards in Education, Children's Services and Skills (OFSTEAD). Selanjutnya, OFSTEAD akan mengajukan ke pejabat negara setingkat (kurang lebih seperti Depdiknas) dan Depdiknas ini akan menyampaikan isu ini ke Menteri Pendidikan. Setelah Menteri Pendidikan menerima, hal yang sama akan terjadi kembali, Menteri akan menyampaikan rencana perubahan kurikulum nasional ke jenjang struktural di bawahnya hingga sampai ke kepala sekolah. Prosedur ini memakan waktu sekitar satu tahun. Prosedur ini ternyata sangat birokratisnya namun sekaligus memperlihatkan betapa tertib organisasi yang mereka jalankan selama ini.

Keberadaan OFSTEAD ini sendiri unik, karena tidak dibawahi oleh pemerintah, melainkan berdiri mandiri di bawah penunjukan Queen Elizabeth! (Her Majesty's Chief Inspector of Schools In England - "HMCI").

Prosedur tersebut memperlihatkan adanya pola pembaharuan bottom up. Di UK, perubahan kurikulum pendidikan itu diusulkan dari akar rumput, yaitu para ujung tombak penyelenggara pendidikan! Tentu saja outputnya menjadi sangat berbeda dibandingkan misalnya dengan perubahan yang top down.

Pendidikan Dasar Gratis

Pendidikan Dasar Gratis Dicanangkan 17 Agustus 2008
Walikota Kota Semarang dalam amanat Upacara Peringatan HUT Ke-63 Republik Indonesia yang dibacakan oleh Drs. H. Sri Santoso dalam Upacara Bendera di halaman Dinas Pendidikan Kota Semarang telah mencanangkan pelaksanaan kebijakan pendidikan dasar gratis, Sejak saat ini, diharapkan, di wilayah Kota Semarang tidak ada lagi anak usia sekolah yang tidak bisa menempuh pendidikan
Hal ini sesuai yang telah disampaikan oleh Wali Kota Sukawi Sutarip pada rapat koordinasi (rakor) dengan para kepala sekolah negeri di SMA 1, Rabu (6/8). Rapat koordinasi yang diikuti kepala SD/SMP/SMA/SMK se-Kota Semarang itu membahas sejumlah persoalan yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan, mulai dari PPD, sekolah gratis, bantuan penyelenggaraan pendidikan (BPP), hingga penarikan sumbangan pengembangan institusi (SPI).
’’Pemkot sudah bertekad, seluruh anak usia SD/SMP di Kota Semarang harus bisa sekolah. Hal itu berkait dengan pemberlakuan kebijakan pendidikan dasar gratis, mulai tahun ajaran 2008/2009, kata dia Sebelumnya, pernyataan senada juga disampaikan Wali Kota, ketika membuka dialog dengan tokoh agama dan tokoh masyarakat di Kampung Bedagan, Kelurahan Sekayu, Kecamatan Semarang Tengah. Di hadapan para anggota Paguyuban KIM/FIM serta Paguyuban Pemerintah, Tokoh Agama, dan Tokoh Masyarakat (Petamas), Sukawi menandaskan keinginan Pemkot untuk ’’menyekolahkan’’ semua anak usia sekolah di Semarang. ’’Semua anak usia SD/SMP harus bisa diterima di sekolah. Tidak peduli dia pandai atau bodoh, kaya atau miskin,’’ kata dia.
Bila ada anak miskin yang tidak bisa melanjutkan sekolah karena terbentur biaya, menurut Wali Kota, Pemkot akan memikirkannya. ’’Jangan khawatir, dana pemerintah cukup untuk itu,’’ ujarnya.
Pendataan
Secara khusus Wali Kota meminta pengurus RT/RW di 177 kelurahan se-Kota Semarang melakukan pendataan terhadap anak usia sekolah di wilayah masing-masing. Data itu diperlukan untuk memastikan, tidak ada anak usia sekolah yang tidak bisa menempuh pendidikan. Pendataan itu mencakup mereka yang sudah bisa bersekolah dan anak-anak yang terpaksa putus sekolah karena berbagai hal. Dia memberikan batas waktu kepada pengurus RT untuk melakukan pendataan, sebelum 17 Agustus 2008. Para lurah dan camat diminta untuk terjun langsung memantau pendataan tersebut.

Pendidikan Dasar dan Menengah di Papua mulai Rapuh

Rabu, 19 November 2008 - 07:33 AM
Jayapura, Mutu pendidikan dasar dan menengah di Papua, terutama di kampung-kampung terpencil dan terisolasi saat ini rapuh karena guru yang merupakan kunci keberhasilan proses pendidikan tidak berada di kampung-kampung.Hal itu disampaikan Gubernur Provinsi Papua, Barnabas Suebu,SH di Jayapura, Selasa di hadapan sedikitnya 200 peserta seminar dan lokakarya enam tahun pelaksanaan Otonomi Khusus (Otsus) Papua dalam rangka Dies Natalis ke-46 Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura."Guru-guru di lembaga pendidikan dasar dan menengah terkonsentrasi di wilayah perkotaan. Jika di kota terdapat duapuluhan guru pada satu sekolah maka di kampung terdapat hanya satu guru di satu sekolah. Kondisi guru seperti inilah akhirnya menyebabkan kualitas pendidikan dasar dan menengah di Papua rapuh," katanya.Gubernur mengatakan, mengusahakan mutu pendidikan merata di seluruh tanah Papua merupakan pekerjaan yang tidak mudah. Padahal semua komponen menginginkan agar pendidikan di Papua bermutu, murah dan merata di semua kampung.Dia mengritik, banyak bupati di tanah Papua yang begitu bersemangat membuka perguruan tinggi di daerah. Tetapi perhatian pada pendidikan dasar dan menengah ditelantarkan. "Tugas bupati memperhatikan perkembangan pendidikan dasar dan menengah, bukan sibuk mendirikan universitas," katanya.(sumber: kompas)

Selasa, 17 Maret 2009

Minimnya Perpustakaan di Tingkat Pendidikan Dasar

Perpustakaan di Tingkat Pendidikan Dasar

Staf Perpustakaan Nasional merapikan catatan katalog koleksi data yang masih dilakukan dengan sistem katalogisasi manual di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Salemba, Jakarta, Senin (6/10). Saat ini Perpustakaan Nasional sedang menyiapkan sistem digitalisasi pada materi maupun sistem database koleksi sehingga akan lebih mudah diakses dan dimanfaatkan masyarakat.


Fasilitas perpustakaan sebagai salah satu sarana dan prasarana di sekolah yang penting untuk meningkatkan mutu pendidikan masih rendah. Kondisi perpustakaan yang memprihatinkan, baik soal ruangan perpustakaan maupun koleksi buku-buku yang tersedia, justru terjadi di tingkat pendidikan dasar.

Dari data Departemen Pendidikan Nasional, pada 2008 tercatat baru 32 persen SD yang memiliki perpustakaan, sedangkan di tingkat SMP sebanyak 63,3 persen. Pada tahun ini, pemerintah menargetkan penambahan ruang perpustakaan di sekolah-sekolah pada jenjang pendidikan dasar sekitar 10 persen.

Yanti Sriyulianti, Koordinator Education Forum, di Jakarta, Selasa (13/1), mengatakan pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan yang sesuai standar nasional merupakan tanggung jawab pemerintah. Masyarakat bisa menuntut pemerintah pusat dan daerah jika terjadi kesenjangan mutu pendidikan akibat sarana dan prasarana yang timpang di antara perkotaan dan pedesaan atau di antara sekolah-sekolah yang ada.

Perpustakaan yang merupakan salah satu tempat untuk siswa dan guru mencari sumber belajar belum dianggap penting. Keberadaan perpustakaan hanya sekadar memenuhi syarat tanpa memperhatikan bagaimana seharusnya fasilitas perpustakaan disediakan dan bagaimana menjadikan perpustakaan sebagai tempat yang menyenangkan bagi siswa dan guru untuk menumbuhkan minat baca.

Abbas Ghozali, Ketua Tim Ahli Standar Biaya Pendidikan Badan Standar Nasional Pendidikan, mengatakan pendidikan dasar di Indonesia yang diamanatkan konstitusi untuk menjadi prioritas pemerintah masih berlangsung ala kadarnya. Pemerintah masih berorientasi pada menegejar angka statistik soal jumlah anak usia wajib belajar yang bersekolah, sedangkan mutu pendidikan dasar masih minim.

Padahal, soal sarana dan prasarana pendidikan di setiap sekolah untuk meningkatkan mutu pembelajaran itu sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2007 tentang standar nasional sarana dan prasarana. Peraturan ini memberi arah soal keberadaan perpustakaan di setiap sekolah.