Mengenai Saya

Foto saya
Seorang anak Laki-laki yang Alhamdulillah lahir ke bumi dengan selamat sentausa., Sempat tinggal di lampung lebih dari 7 tahun., dan pindah ke Jakarta sampai sekarang., akhirnya Kuliah di Jakarta State University

Jumat, 22 Mei 2009

Sekilas Pendidikan Nonformal

Ada 3 istilah yang sering digunakan untuk membedakan jenis pendidikan: pendidikan formal, pendidikan informal, dan pendidikan nonformal.4

Pendidikan formal adalah jenis pendidikan yang kita kenal dengan pendidikan persekolahan. Pendidikan informal menunjuk kepada aktivitas pendidikan dalam keluarga, lingkungan pekerjaan, media massa dan lain-lain. Pendidikan nonformal adalah aktivitas pendidikan di luar pendidikan formal, dilakukan secara mandiri, terorganisir, dan sistematis, untuk melayani peserta didik tertentu dalam mencapai tujuan belajarnya. Pendidikan formal dan pendidikan nonformal sering dihadapkan secara berlawanan.

Yang bisa dicatat dari definisi pendidikan nonformal sebagaimana disebut di atas adalah: Pertama, pendidikan nonformal bisa berlangsung di mana saja, dan bisa diprakarsai oleh siapa saja. Tidak harus pemerintah tetapi juga masyarakat bisa memprakarsainya.

Kedua, warga belajar atau peserta didik dalam pendidikan nonformal adalah tertentu. Siapa yang masuk dalam kategori “tertentu” itu? Tentu bisa siapa saja. Deklarasi Dakkar tentang Pendidikan untuk Semua misalnya menyebut warga belajar tertentu itu adalah “early childhood, especially for the most vulnerable and disadvantage children; children, particularly girls, children in difficult circumtances and those belonging to ethnic groups”5 Sebuah jaringan pendidikan nonformal menambahkan warga belajar tertentu itu adalah “anak jalanan serta anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus, perempuan dan perempuan perdesaan atau perempuan petani, anak-anak dini usia yang tinggal di perdesaan, serta warga masyarakat miskin di perkotaan.6 Intinya adalah warga masyarakat yang cenderung tidak memperoleh akses memadai terhadap layanan pendidikan formal utamanya karena kemiskinan dan ketidakberdayaannya.

Ketiga, karena warga belajarnya adalah “tertentu”, maka kebutuhan belajarnya juga “tertentu”, barangkali berbeda, lebih spesifik atau malahan juga lebih luas dari pendidikan formal. Kebutuhan belajar petani perempuan di suatu desa berbeda dengan kebutuhan petani perempuan di desa yang lain. Demikian pula kebutuhan belajar anak-anak di suku terasing akan berbeda dengan kebutuhan anak-anak di komunitas nelayan misalnya. Semua kebutuhan harus mendapat tempat dalam pendidikan nonformal.

Keempat, karena warga belajar dan kebutuhannya bersifat “tertentu” maka tujuan belajarnya pasti juga tertentu. Apakah yang tertentu itu? Semuanya terserah keinginan warga belajar. Tetapi mungkin tujuan belajar petani tidak akan beranjak terlalu jauh dari misalnya mengatahui mengapa harga pupuk naik, ingin bertambah penghasilannya, mengetahui cara memberantas hama padi, ingin tahu cara memupuk dengan benar, ingin menambah produktivitas lahan pertaniannya, dan seterusnya.

Dari penjelasan diatas dapat dicatat bahwa pendidikan nonformal sesungguhnya bersifat hadap masalah, berbasis kebutuhan warga belajar, kontekstual, dan bertumpu kepada potensi lokal. Sifat-sifat yang demikian inilah yang mengantarkan orang kepada pandangan bahwa sesungguhnya pendidikan nonformal berada dalam tradisi pendidikan Freirian. Pendidikan nonformal muncul sebagai bentuk perlawanan dan dekontruksi terhadap kegagalan pendidikan formal .

Kelima, proses pembelajaran untuk karakteristik warga belajar dengan kebutuhan dan tujuan belajar yang serba tertentu itu tidak mungkin dilakukan dengan pendekatan konvensional-klasikal. Diperlukan metode-metode belajar yang lebih dialogis-partisipatif . Hanya dengan metode semacam ini tujuan dan kebutuhan belajar itu bisa lebih banyak tertampung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar